Pengertian Ilmu Sosial Budaya
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar adalah cabang ilmu pengetahuan yang merupakan integrasi dari dua ilmu lainnya, yaitu ilmu sosial yang juga merupakan sosiologi (sosio:sosial, logos: ilmu) dan ilmu budaya yang merupakan salah satucabang dari ilmu sosial. Pengertian lebih lanjut tentang ilmu sosial adalah cabangilmu pengetahuan yang menggunakan berbagai disiplin ilmu untuk menanggapimasalah-masalah sosial, sedangkan ilmu budaya adalah ilmu yang termasuk dalam pengetahuan budaya, mengkaji masalah kemanusiaan dan budaya.
Secara umum dapat dikatakan ilmu sosial dan budaya dasar merupakan pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah social manusia dan kebudayaan.
Istilah ISBD dikembangkan pertama kali di Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun istilah humanities itusendiri berasal dari bahasa latin humnus yang artinya manusia, berbudaya Dan halus.
Sebelum kita membahas lebih jauh apa itu “ilmu budaya dasar”, untuk lebih memahaminya kita akan membahas apa itu “ilmu”, dimana pada makalah ini akan ada beberapa pendapat dari pakar-pakar ilmu pengetahuan.
Secara bahasa Ilmu berasal dari bahasa arab ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang berarti : mengerti, memahami benar-benar. Sedangkan secara istilah, ada banyak sekali pendapat tentang itu, seperti pendapat :
1. Muhammad Hatta mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hokum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabi’atnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
2. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
3. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
4. Ashley Pearson, guru besar Antropologi di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari satu pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
5. Harsojo, guru besar Antropologi di Universitas pajajaran, menerangkan bahwa ilmu adalah :
• Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan.
• Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terkait oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indra manusia.
• Suatu cara menganalisa yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan sesuatu proposisi dalam bentuk : “jika…., maka ….”.
6. Afanasyef, seorang pemikir Marxist bangsa rusia mendefinisikan ilmu adalah pegetahuan manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori dan hukum-hukum, yang ketetapnnya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
7. Definisi ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum sebab-akibat dalam suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik menurut kedudukannya (apabila dilihat dari luar), maupun menurut hubungannya (jika dilihat dari dalam) -Mohammad Hatta-
8. Definisi ilmu dapat dimaknai sebagai akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan -------Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris.Ilmu dapat diamati panca indera manusia ------- Suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada para ahlinya untuk menyatakan -suatu proposisi dalam bentuk: "jika,...maka..." -Harsojo, Guru Besar Antropolog, Universitas Pajajaran-
Dan secara sederhana IBD adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.
Istilah IBD dikembangkan pertama kali di Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun istilah humanities itu sendiri berasal dari bahasa latin humnus yang artinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar manusia menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri.
Untuk mengetahui bahwa ilmu budaya dasar termasuk kelompok pengetahuan budaya lebih dahulu perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof Dr.Harsya Bactiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu :
1. Ilmu-ilmu Alamiah ( natural scince ).
Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hukum yang berlaku mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Hasil penelitian 100 5 benar dan 100 5 salah.
2. Ilmu-ilmu sosial ( social scince ).
ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah. Tapi hasil penelitiannya tidak 100 5 benar, hanya mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam hubungan antara manusia initidak dapat berubah dari saat ke saat.
3. Pengetahuan budaya ( the humanities )
bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataan-kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti.
Pengetahuan budaya (the humanities) dibatasi sebagai pengetahuan yang mencakup keahlian (disiplin) seni dan filsafat. Keahlian inipun dapat dibagi-bagi lagi ke dalam berbagai bidang keahlian lain, seperti seni tari, seni rupa, seni musik, dll. Sedangkan ilmu budaya dasar (Basic Humanities) adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Dengan perkataan lain IBD menggunakan pengertian-pengertian yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan budaya untuk mengembangkan wawasan pemikiran serta kepekaan mahasiswa dalam mengkaji masalah masalah manusia dan kebudayaan.
Ilmu budaya dasar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam bahasa Inggris disebut basic humanities. Pengetahuan budaya dalam bahasa inggris disebut dengan istilah the humanities. Pengetahuan budaya mengkaji masalah nilai-nilai manusia sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan ilmu budaya dasar bukan ilmu tentang budaya, melainkan mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan budaya.
Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari beberapa ahli :[1]
1. E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain. Serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagi anggota masyarakat.[2]
2. R. Linton dalam bukunya yang berjudul The Cultural background of personalitymenyatakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari sebuah tingkah laku dan hasil laku, yang unsur-unsur pembentuknya didukung serta diteruskan oleh anggota masyarakat tertent[3]
3. Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
4. Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
5. Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.[4]
6. Bronislaw Malinowski, Adalah keseluruhan kehidupan manusia yang integral yang terdiri dari berbagai peralatan dan barang-barang konsumen, berbagai peraturan untuk kehidupan masyarakat, ide-ide dan hasil karya manusia, keyakinan dan kebiasaan manusia.[5]
7. C. Klukhuahn dan W. H. Kelly, mencoba merumuskan definisi kebudayaan sebagai hasil tanya jawab dengan para ahli antropologi, sejarah, hukum, psikologi yang implisit, eksplisit, rasional, irasional terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.
8. Dawson dalam buku Age Of The Gods mengatakan bahwa kebudayaan adalah cara hidup bersama (Culture is common way of life
9. J. P. H. Dryvendak mengatakan bahwa kebudayaan adalah kumpulan dari cetusan jiwa manusia sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam suatu masyarakat tertentu.
10. Takdir Alisyahbana, mengatakan kebudayaan adalah manifestasi dari cara berfikir.
2. Tujuan Ilmu Budaya Dasar
Penyajian mata kuliah ilmu budaya dasar tidak lain merupakan usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Dengan demikian mata kuliah ini tidak dimaksudkan untuk mendidik ahli-ahli dalam salah satu bidang keahlian yang termasuk didalam pengetahuan budaya (the humanities) akan tetapi IBD semata-mata sebagai salah satu usaha untuk mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya terhadap nilai-nlai budaya, baik yang menyangkut orang lain dan alam sekitarnya, maupun yang menyangkut dirinya sendiri.[6]
Acapkali dikonstatir bahwa dalam masyarakat yang bergabung semakin cepat dan rumit ini, mahasiswa harus mengalami pergeseran nilai-nilai yang mungkin sekali dapat membuatnya masabodoh atau putus asa, suatu sikap yang tidak selayaknya dimiliki oleh seorang terpelajar. Bagaimanapun juga mahasiswa adalah orang-orang muda yang sedang mempelajari cara memberikan tanggapan dan penilaian terhadap apasaja yang terjadi atas dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya. Sudah barang tentu ia perlu dibimbing untuk menemukan cara terbaik yang sesuai dengan dirinya sendiri tanpa harus mengorbankan masyarakat dan alam sekitarnya. Secara tidak langsung ilmu budaya dasar akan membantu mereka untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Berpijak dari hal diatas, tujuan mata kuliah ilmu budaya dasar adalah untuk mengembangkan kepribadian dan wawasan pemikiran, khususnya berkenaan dengan kebudayaan, agar daya tangkap, persepsi dan penalaran mengenai lingkungan budaya mahasiswa dapat menjadi lebih halus. Untuk bisa menjangkau tujuan tersebut IBD diharapkan dapat :
1. Mengusahakan kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan budaya, sehingga mereka lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, terutama untuk kepentingan profesi mereka.
2. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memperluas pandangan mereka tentang masalah kemansiaan dan budaya serta mengembangkan daya kritis mereka terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kedua hal tersebut.
3. Mengusahakan agar mahasiswa, sebagai calon pemimpin bagnsa dan Negara serta ahli dalam bidang disiplin masing-masing tidak jatuh ke dalam sifat-sifat kedaerahan dan pengkotakan disiplin yang ketat
4. menguasahakan wahana komunikasi para akademisi agar mereka lebih mampu berdialog satu sama lain. Dengan memiliki satu bekal yang sama, para akademisi diharapkan akan lebih lancer dalam berkomunikasi.
Jika diperinci maka tujuan pengajaran ilmu budaya dasar itu adalah :[7]
1. lebih peka dan terbuka terhadap masalah kemanusiaan dan budaya, serta lebih bertanggung jawab terhadap masalah-masalah tersebut.
2. Mengusahakan kepekaan terhadap nilai-nilai lain untuk lebih mudah menyesuaikan diri.
3. Menyadarkan mahasiswa terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, hormat menghormati serta simpati pada nilai-nilai yang hidup pada masyarakat.
4. Mengembangkan daya kritis terhadap persoalan kemanusiaan dan kebudayaan.
5. Memiliki latarbelakang pengetahuan yang cukup luas tentang kebudayaan indonesia,
6. Menimbulkan minat untuk mendalaminya.
7. Mendukung dan mengembangkan kebudayaan sendiri dengan kreatif.
8. Tidak terjerumus terhadap sifat kedaerahan dan pengkotakan disiplin ilmu.
9. Menambahkan kemampuan mahasiswa untuk menanggapi masalah nilai-nilai budaya dalam masyarakat indonesia dan dunia tana terpikat oleh disipin mereka.
10. Mempunyai kesamaan bahan pembicaraan, tempat berpijak mengenai masalah kemanusian dan kebudayaan.
11. Terjalin interelasi antara cendekiawan yang berbeda keahlian agar lebih positif dan komunikatif.
12. Menjembatani para sarjana yang berbeda keahliannya dalam bertugas menghadapi masalah kemanusiaan dan budaya.
13. Memperlancar masalah pelaksanaan pembangunan dalam berbagai bidang yang ditangani oleh berbagai cendekiawan.
14. Agar mampu memenuhi tuntutan masyarakat yang sedang membangun.
15. Agar mampu memenuhi tuntutan dari tridarma perguruan tinggi, khususnya darma pendidikan.
Dengan ringkas dapat disebutkan bahwa tujuan IBD secara umum adalah :
Pembentukan dan pengembangan kepribadian serta perluasan wawasan perhatian, pengetahuan dan pemikiran mengenai berbagai gejala yang timbul dalam lingkungan, khususnya gejala-gejala yang berkenaan dengan kebudayaan dan kemanusiaan, agar daya tanggap, persepsi dan penalaran berkenaan dengan lingkungan budaya dapat diperluas.
3. Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar
Bertitik tolak dari kerangka tujuan yang telah ditetapkan, dua masalah pokok bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup kajian mata kuliah IBD. Kedua masalah pokok itu adalah :[1]
1. Berbagai aspek kehidupan yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya yang dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan budaya (the humanities), baik dari segi masing-masing keahlian (disiplin) didalam pengetahuan budaya, maupun secara gabungan (antar bidang) berbagai disiplin dalam pengetahuan budaya.
2. Hakekat manusia yang satu atau universal, akan tetapi yang beraneka ragam perwujudannya dalam kebudayaan masing-masing jaman dan tempat.
Menilik kedua pokok masalah yang bisa dikaji dalam mata kuliah IBD, nampak dengan jelas bahwa manusia menempati posisi sentral dalam pengkajian. Manusia tidak hanya sebagai obyek pengkajian. Bagaimana hubungan manusia dengan alam, dengan sesame, dirinya sendiri, nilai-nilai manusia dan bagaimana pula hubungan dengan sang pencipta menjadi tema sentral dalam IBD. Pokok-pokok bahasan yang dikembangkan adalah :[2]
1. Manusia dan cinta kasih
o Kasih sayang
o Kemesraan
o pemujaan
2. Manusia dan Keindahan
o renungan
o kehalusan
o kesarasian
3. Manusia dan Penderitaan
o rasa sakit
o kesyahidan
o siksaan
o kesengsaraan
o neraka
4. Manusia dan Keadilan
o kejujuran
o pemulihan nama baik
o pembalasan
5. Manusia dan Pandangan hidup
o cita-cita
o kebajikan
6. Manusia dan tanggungjawab serta pengabdian
o kesadaran
o pengorbanan
7. Manusia dan kegelisahan
o keterasingan
o kesepian
o ketidakpastian
8. Manusia dan harapan
o kepercayaan
o harapan
Dari pengembangan masalah-masalah tersebut diatas, nampak sekali bahwa orientasi ilmu budaya dasar memang tidak terlepas dari masalah-masalah manusia dan kebudayaannya Kedelapan pokok bahasan (beserta sub pokok bahasan) tersebut diatas pada dasarnya termasuk dalam karya-karya yang tercakup dalam pengetahuan budaya (the Humanities).
Dan sebagai mana dikemukakan, untuk mendekati masalah yang akan dikaji dalam ilmu budaya dasar, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan antar bidang. Perwujudan mengenai cinta kasih, misalnya terdapat dalam karya-karya sastra, tarian, musik, filsafat, lukisan, patung dan lain sebagainya yang semuanya meruakan benda-benda budaya. Untuk itu pokok bahasan mengenai manusia dan cinta kasih dapat didekati dengan menggunakan karya-karya tersebut.
Dengan penyusunan tema-tema semacam itu, dimaksutkan agar mahasiswa lebih mudah dalam mengidentifikasi dirinya dengan masalah yang dibahas dan untuk menunjukkan bahwa hal-hal yang didiskusikan sesuai dengan pengalaman hidup manusia.
Disamping itu agar mahasiswa juga dapat memperhatikan norma-norma yang membantu pendidikan. Walaupun penyusunan semacam itu diharapkan untuk mendekatkan dengan penalaman mahasiswa, masih terbuka kemungkinan untuk menyusaikan dengan kondisi tempat belajar atau daerah setempat.
Note Thx To : http://blog.uin-malang.ac.id/gudangmakalah/2011/04/17/pengertian-dan-tujuan-serta-ruang-lingkup-ilmu-budaya-dasar/
________________________________________
footnote point : ruang lingkup
[1] Drs. H. Ahmad Musthofa, ilmu budaya dasar, cv pustaka setia, bandung 1999. Hlm 23
[2] M. Habib Musthopo, ilmu budaya dasar, usaha nasional, surabaya, 1983, Hlm 20
________________________________________
[1] Dr. Elliye M. Setiadi, M. Si. ,et al. Jakarta, kencana prenada media grup 2006, ilmu sosial dan budaya dasar. Hlm 27
[2] E.B. Tylor (1958) The Origin Of Culture, hlm : 1
[3] Drs. Sujarwa, manusia dan fenomena budaya. 1999, pustaka pelajar glagah, Yogyakarta, hlm : 8,9
[4] Marly Jo Hatch, 1997, Organisation Theory, New York: Oxford University Press, hlm : 204
[5] Ahmad Shobirin, budaya berorganisasi, 2004, STI Manajemen YKPN, jogja, hlm: 52
[6] M. Habib Musthopo, ilmu budaya dasar, usaha nasional, surabaya, 1983, Hlm 17
[7] M. Habib Musthopo, ilmu budaya dasar, usaha nasional, surabaya, 1983, Hlm 18
Rabu, 21 Maret 2012
HAKIKAT MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
Nama : Mikhael Oktavianus Dulas
Npm : 1A111420
Kelas : 4KA32
1.1 Latar Belakang
Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang.
Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan berkesinambungan dari “dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari pendidikan –yakni kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat.
Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator” terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
a. apa hakikat manusia?
b. apa hakikat kebudayaan ?
c. apa hakikat manusia dan kebudayaan ?
1.3 Tujuan Masalah
• Untuk mengetahui pengertian manusia.
• Untuk mengetahui kebudayaan.
• Untuk mengetahui pengertian manusia dan kebudayaan.
2.1 Pengertian Hakikat Manusia
Pengertian hakikat manusia – Manusia adalah mahluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah.
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan.
Oleh karena itu lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap manusia itu sendiri, hal ini dapat dilihat pada gambar siklus hubungan manusia dengan lingkungan sebagai berikut:
Siklus Hubungan Manusia
Gambar tersebut menggambarkan bahwa lingkungan dan manusia atau manusia dan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan sebagai ekosistem, yang dapat dibedakan mejadi:
- Lingkungan alam yang befungsi sebagai sumber daya alam
- Lingkungan manusia yang berfungsi sebagai sumber daya manusia
- Lingkungan buatan yang berfungsi sebagai sumber daya buatan
2.1.1 Manusia Menurut Pandangan Ilmiah dan Filsafat
Dalam pandangan klasik dan rasional tentang manusia faktanya manusia adalah makhluk yang berakal. Menurut Plato akal adalah alat untuk mengarahkan budi pekerti. Aristoteles juga berpendapat bahwa akal manusia adalah kekuatan yang tertinggi dari jiwa dan merupakan kebanggaan dan keagungan manusia. Manusia menurut pandangan ilmu Antropologi adalah homo sapien. Pandangan antropologi budaya manusia adalah organisme sosio budaya. Pandangan ilmu psikologi manusia adalah individu yang belajar. Pandangan ilmu sosiologi manusia adalah animal sociale (binatang yang bermasyarakat). Menurut Aristoteles ilmu politika manusia sebagai animal politicon (binatang yang hidup berpolitik). Pandangan ilmu ekonomi manusia adalah animal econominicus (binatang yang terus berusaha memperoleh kemakmuran materiil).
Manusia menurut pandangan filsafat manusia adalah:
1. Manusia seutuhnya (animal symbolicum).
2. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan pikiran sebagai milik manusia yang unik (animal rationale).
3. Hewan yang mempunyai kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol untuk mengkomunikasikan pikirannya (animal sociale).
4. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menalar dan menyadari sebagai pribadi yang menalar.
5. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk mengkombinasikan unsur-unsur yang menghasilkan suatu yang kreatif.
6. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol maka dapat mengadakan perbedaan moral.
7. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol dapat menyadari diri sendiri sebagai pribadi.
Sifat-sifat manusia yang demikian harus dipahami oleh para pelaku pendidikan sebagai dasar pengembangan proses pendidikan guna mencapai hasil sebagaimana diharapkan baik untuk masa depan peserta didik itu sendiri maupun untuk pembangunan secara luas.
2.1.2 Manusia sebagai Makhluk Individu
Setiap insan yang dilahirkan tentunya mempunyai pribadi yang berbeda atau menjadi dirinya sendiri, sekalipun sanak kembar. Itulah uniknya manusia. Karena dengan adanya individulitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, daya tahan yang berbeda. Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat essensial dari adanya individualitas pada diri setiap insan.
Mengenal perbedaan individual murid ini sangat penting bagi guru, yaitu guru dapat menyikapi siswa dengan cara tertentu dalam proses pembelajaran. Guru tidak bisa memperlakukan siswa secara seragam. Keunikan siswa hendaknya dihadapi dengan cara-cara yang beragam guna mencapai efektifitas pembelajaran.
Menurut Oxendine dalam (Tim Dosen TEP, 2005) bahwa perbedaan individualitas setiap insan nampak secara khusus pada aspek sebagai berikut
1. Perbedaan fisik: usia, tingkat dan berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, kemampuan bertindak.
2. Perbedaan sosial: status ekonomi,agama, hubungan keluarga, suku.
3. Perbedaan kepribadian: watak, motif, minat dan sikap.
4. Perbedaan kecakapan atau kepandaian
Sifat-sifat keindividualitasan setiap insan perlu ditumbuhkembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan, disini pendidikan berfungsi membantu peserta didik untuk membentuk kepribadianya atau keindividualannya. Sebagai makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah lak yang bukan merupakan tindakan instingtif, dan hal ini hanya bisa diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman belajar (Tim Dosen FIP-UM,1995). Pendidikan harus mengembangkan peserta didik agar mampu menolong dirinya sendiri. Pendidik hanya menunjukan jalan dan memberikan motivasi bagaimana cara memperoleh sesuatu dalam mengembangkan dirinya. Artinya bahwa dalam proses pendidikan itu yang aktif bukan hanya pendidik tetapi juga peserta didik. Proses pendidikan adalah tindakan bersama, berlangsung dalam suatu pergaulan timbal balik, yang juga memperhatikan kepribadian tiap peserta didik, kesefahaman,keserasian, kebersamaan antara pendidik dan peserta didik untuk menumbuhkan rasa saling percaya dan ini merupakan dasar untuk menumbuhkan kewibawaan pendidik. Pendidikan adalah suatu hak fundamental, maka masyarakat mempunyai kewajiban untuk memberikan kesempatan pendidikan yang diimplikasikan oleh hak itu, (Arbi, 1988). Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah dan masyarakat. Dilain pihak dikatan bahwa pendidikan berhubungan untuk ”dapat membangun diri sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
2.1.3 Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Sebagai makhluk sosial karena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaanya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial.
Manisfestasi manusia sebagai makhluk sosial, nampak pada kenyataan bahwa tidak pernah ada manusia yang mampu menjalani kehidupan ini tanpa bantuan orang lain.
Kesadaran manusia sebagai makhluk sosial, justru memberikan rasa tanggungjawab untuk mengayomi individu yang jauh lebih ”lemah” dari pada wujud sosial yang ”besar” dan ”kuat”. Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu non formal (masyarakat) maupun dalam bentuk-bentuk formal (institusi, negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu.
Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya adalah kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan.
Hakekat manusia sebagai makhluk sosial dan politik akan membentuk hukum, mendirikan kaidah perilaku, serta bekerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Dalam perkembangan ini, spesialisasi dan integrasi atau organissai harus saling membantu. Sebab kemajuan manusia nampaknya akan bersandar kepada kemampuan manusia untuk kerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Kerjasama sosial merupakan syarat untuk kehidupan yang baik dalam masyarakat yang saling membutuhkan.
Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara perkembangan aspek individual, sosial, moral dan religi, agar menjadi manusia yang bisa menjalani kehidupan bersama.
2.1.4 Manusia sebagai Makhluk Susila
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Menurut bahasa ilmiah sering digunakan istilah etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Jasi kesusilaan selalu berhubungan dengan nilai-nilai. Pada hakekatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila. Dirjarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. (Dirjarkara, 1978,36-39) nilai-nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup.
Hubungan dan kebersamaan dengan sesama manusialah manusia dapat hidup dan berkembang sebagai manusia. Manusia bertindak, tidak sembarang bertindak, melainkan mereka dapat mempertimbangkan, merancang, dan mengarahkan tindakannya. Persoalan mengenai masalah apakah tindakannya baik dan tidak baik, adalah persoalan tentang nilai, persoalan norma, persoalan moral atau susila. Peran pendidikan disini membantu mengarahkan perbuatan anak dalam kehidupannya dimasa mendatang. Dengan pendidikan pula peserta didik dapat tumbuh kesadarannya terhadap nilai, dapat tumbuh suatu sikap untuk berbuat dan mau berbuat selaras dengan nilai, atau berbuat selaras dengan apa yang seharusnya diperbuat. Perbuatan yang selaras dengan nilai itulah yang menjadi inti dari perbuatan yang bertanggung jawab.
Pandangan manusia sebagai makhluk susila atau bermoral, bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara apriori adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma. Pendirian ini sesuai dengan analisa ilmu jiwa dalam tentang struktur jiwa (das Es, das Ich dan das uber ich). Struktur jiwa yang disebut das Uber Ich (super ego) yang sadar nilai esensial manusia sebagai makhluk susila. Kesadaran susila (sense of morality) tidak dapat dipisahkan dengan realitas sosial, sebab adanya nilai, efektifitas nilai, berfungsinya nilai hanya ada di dalam kehidupan sosial, artinya kesusilaan atau moralitas adalah fungsi sosial. Tiap hubungan sosial mengandung hubungan moral. “Tiada hubungan sosial tanpa hubungan susila, dan tiada hubungan susila tanpa hubungan sosial” (Noorsyam, 1986).
Kodrat manusia sebagai makhluk susila dapat hidup aktif-kreatif, sadar diri dan sadar lingkungan, maka intervensi pendidikan bukan hanya sekedar penanaman kebiasaan atau latihan namun juga memerlukan motivasi dan pembinaan kata hati atau hati nurani yang kelak akan membentuk suatu keputusan. Oleh karena itu pendidikan harus mampu menciptakan manusia susila, dengan mengusahakan peserta didik menjadi manusia pendukung norma, kaidah, dan nilai-nilai susila dan sosial yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.
Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata norma,nilai dan kaidah masyarakat dalam kehidupan sehari-hari mempunyai beberapa alasan, antara lain:
1. Untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu
Setiap individu harus dapat menyesuaikan terhadap kehidupan dan bertingkah laku sesuai norma, nilai, dan kaidah yang berlaku pada masyarakat, agar individu tersebut merasa aman, diterima dalam kelompok masyarakat tersebut.
1. Untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri
Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya memiliki aturan yang berupa norma, nilai dan kaidah sosial yang mengatur tingkah laku individu yang bergabung didalamya. Norma, nilai dan kaidah sosial tersebut merupakan hasil persetujuan bersama demi untuk dilaksanakan dalam kehidupan bersama, demi untuk mencapai tujuan bersama (Tim Dosen FIP UM, 1995).
2.1.5 Manusia sebagai Makhluk Keberagamaan
Manusia adalah makhluk beragama, dalam arti bahwa mereka percaya dan/atau menyembah Tuha, melakukan ritual (ibadah) atau upacara-upacara. Suatu fenomena bahwa manusia menyembah, berdoa, menyesali diri dan minta ampun kepada sesuatu yang ghaib, walaupun kemudian ada yang menjadi agnostic (tidak mau tahu akan adanya Tuhan) atau atheis (mengingkari adanya Tuhan). Mereka cenderung untuk mengganti Tuhan yang bersifat pribadi seperti negara, ras, proses alam, pengabdian total untuk mencari kebenaran atau ideal-ideal yang lain.
Hubungan pribadi manusia dengan Tuhan lebih bersifat trasendental, karena hubungan ini lebih banyak melibatkan rohani pribadi manusia yang bersifat perseorangan. Dengan adanya agama maka manusia mulai menganutnya. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama, penanaman sikap dan kebiasaan dalam beragama dimulai sedini mungkin, meskipun masih terbatas pada latihan kebiasaan (habit formation). Tetapi sebagai pengembangan pengkajian lebih lanjut tentunya tidak dapat diserahkan hanya kepada satu pihak sekolah saja atau orang tua saja melainkan keduannya harus berperan. Oleh karena itu dimasukkannya kurikulum pendidikan agama di sekolah-sekolah.
Tugas pendidikan yaitu membina pribadi manusia untuk mengerti, memahami, menghayati, dan mengamalkan aspek-aspek religi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selaras dengan pandangan manusia sebagai makhluk beragama, maka menggali nilai-nilai yang melandasi pendidikan itu hendaknya memperhatikan nilai-nilai yang bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa dengan meyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akherat.
2.1.6 Potensi Manusia
Manusia dikaruniai fasilitas istimewa dan tidak dimiliki makhluk lain yaitu berupa akal. Dengan akal, Tuhan memberi tugas untuk mengatur, mengelola, memberdayakan dan menjaga kelestarian alam. Manusia juga diberikan kelebihan yaitu rasa, karsa, cipta, karya, dan hati nurani. Dari semua kelebihan tersebut bisa dikembangkan kedalam potensi-potensi yang bersumber dari cipta, yaitu potensi intelektual atau intelectual quontien (IQ). Potensi dari rasa, yakni potensi emosional atau emosional quontien (EQ) dan potensi spiritual atau spiritual quontien (SQ). Sedangkan potensi yang bersumber dari karsa adalah potensi ketahanmalangan atau adversity quontien (AQ) dan potensi vokasional quontien (VQ).
Dengan IQ, manusia mampu menyatakan benar dan salah berdasarkan intelektual. Kita mampu menghitung, membuat konstruksi bangunan, meyusun program. Dengan EQ, manusia mampu mengendalikan amarah, memiliki rasa iba, kasih sayang, tanggung jawab, kerjasama dn kesenia (estetika). Dengan adanya EQ maka muncul sikap sabar, lemah lembut ataupun sebaliknya. Dengan SQ, manusia membedakan mana yang baik dan yang buruk. Potensi ini sangat terkait dengan etika atau nilai-nilai moral, baik dan buruk, serta nilai-nilai keagamaan. Dengan AQ, manusia mampu menghadapi berbagai hambatan dan tantangan hidup. Dengan adanya ini muncul sikap tabah, tangguh, memiliki daya juang dan kreatifitas. Dengan VQ, manusia mampu dan cenderung pada bidang-bidang ketrampilan atau kejuruan. Misalnya bidang olahraga, kesenian, dan teknik. Pada hakekatnya, kedua potensi AQ dan VQ merupakan manisfestasi dari berbagai potensi diri yang direalisasikan dalam tindakan.
Berikut akan dideskripsikan bagaimana potensi-potensi itu berproses pada diri manusia. Potensi pikir, awal dari proses pengembangan diri manusia. Contoh, seorang pelukis ingin membuat sebuah gambar yang menarik menurut pendiriannya. Dia punyai ide atau pikiran wujud benda yang mau dilukis, katakanlah gambar wanita. Setelah ide itu muncul dan pikiran mulai berproses, selanjutnya dia menilai secara psikologis (rasa) bahwa model gambar wanita yang mau dilukis itu cocok, indah, dan menarik. Berikutnya muncul kehendak (rasa) untuk mewujudkan keinginan membuat lukisan wanita itu. Kehendak akan muncul dan ingin diwujudkan apabila hasil penilaian psikologis (rasa) cocok dengan selera sang pelukis. Selanjutnya, ketika pada diri manusia sudah ada kehendak untuk mewujudkan lukisan wanita, daya cipta muncul bagaimana memulai dan menggambarkan model lukisan yang diinginkan. Hasil dari daya cipta ditunjukkan dengan wujud nyata, yakni yang berupa lukisan wanita sebagaimana yang dibayangkannya. Karena manusia adalah mahluk beretika, termasuk pelukisnya juga mahluk etika, maka karya cipta manuisa itu harus mengandung nilai etika. Tidak semaunya pelukis itu membuat lukisan apapun tanpa mempertimbangkan etika. Kalau tidak, walaupun karya ciptanya bisa diterima orang lain, itu sangat terbatas. Tetapi jika etika sosial dan keagamaan menjadi dasar dari semua karya cipta manusia akan sangat memungkinkan untuk diterima oleh lebih banyak orang dan lebih abadi. Inilah fungsi daripada potensi hati nurani dalam diri manusia, yang berfungsi sebagai penyeleksi dan memberi penerangan pada setiap karya cipta manusia. (Rulam Ahmadi)
2.2 Pengertian Hakikat Kebudayaan
Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari katacolera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Definisi budaya dalam pandangan ahli antropologi sangat berbeda dengan pandangan ahli berbagai ilmu sosial lain. Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi budaya sebagai berikut:
E.B. Taylor: 1871 berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan Linton: 1940, mengartikan budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.
Adapun Kluckhohn dan Kelly: 1945 berpendapat bahwa budaya adalah: Semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia
Lain halnya dengan Koentjaraningrat: 1979 yang mengatikan budaya dengan:Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa unsur belajar merupakan hal terpenting dalam tindakan manusia yang berkebudayaan. Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar.
Dari kerangka tersebut diatas tampak jelas benang merah yang menghubungkan antara pendidikan dan kebudayaan. Dimana budaya lahir melalui proses belajar yang merupakan kegiatan inti dalam dunia pendidikan.
Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu :
1. wujud pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama dari kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup;
2. aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret;
3. Wujud fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat.
2.2.1 Budaya sebagai Sistem gagasan
Budaya sebagai sistem gagasan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto, karena berada di dalam alam pikiran atau perkataan seseorang. Terkecuali bila gagasan itu dituliskan dalam karangan buku.
Budaya sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku. Seperti apa yang dikatakan Kluckhohn dan Kelly bahwa “Budaya berupa rancangan hidup” maka budaya terdahulu itu merupakan gagasan prima yang kita warisi melalui proses belajar dan menjadi sikap prilaku manusia berikutnya yang kita sebut sebagai nilai budaya.Jadi, nilai budaya adalah “gagasan” yang menjadi sumber sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat kita lihat, kita rasakan dalam sistem kemasyarakatan atau sistem kekerabatan yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat. Hal ini akan lebih nyata kita lihat dalam hubungan antara manusia sebagai individu lainnya maupun dengan kelompok dan lingkungannya.
2.2.2 Perwujudan Kebudayaan
JJ. Hogman dalam bukunya “The World of Man” membagi budaya dalam tiga wujud yaitu: ideas, activities, dan artifacts. Sedangkan Koencaraningrat, dalam buku “Pengantar Antropologi” menggolongkan wujud budaya menjadi:
a. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
b. Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
c. Sebagai benda-benda hasil karya manusia
Berdasarkan penggolongan wujud budaya di atas kita dapat mengelompokkan budaya menjadi dua, yaitu: Budaya yang bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret.
Budaya yang Bersifat Abstrak
Budaya yang bersifat abstrak ini letaknya ada di dalam alam pikiran manusia, misalnya terwujud dalam ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan cita-cita. Jadi budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dari kebudayaan. Ideal artinya sesuatu yang menjadi cita-cita atau harapan bagi manusia sesuai dengan ukuran yang telah menjadi kesepakatan.
Budaya yang Bersifat konkret
Wujud budaya yang bersifat konkret berpola dari tindakan atau peraturan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau diphoto.
Koencaraningrat menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas: perilaku, bahasa dan materi.
a. Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah laku dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (pattern of behavior) masyarakatnya.
b. Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap dengan telinga (auditory). Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai ke tingkat seperti sekarang ini adalah pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir dan berkomunikasi. Tanpa kemampuan berpikir dan berkomunikasi budaya tidak akan ada.
c. Materi
Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau perbuatan manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan, kesenian, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan alat transportasi.
Unsur-unsur materi dalam budaya dapat diklasifikasikan dari yang kecil hingga ke yang besar adalah sebagai berikut:
1. Items, adalah unsur yang paling kecil dalam budaya.
2. Trait, merupakan gabungan dari beberapa unsur terkecil
3. Kompleks budaya, gabungan dari beberapa items dan trait
4. Aktivitas budaya, merupakan gabungan dari beberapa kompleks budaya.
Gabungan dari beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-unsur budaya menyeluruh (culture universal). Terjadinya unsur-unsur budaya tersebut dapat melaluidiscovery (penemuan atau usaha yang disengaja untuk menemukan hal-hal baru).
2.2.3 ISI (SUBSTANSI) UTAMA BUDAYA
Substansi utama budaya adalah sistem pengetahuan, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. Tiga unsur yang terpenting adalah sistem pengetahuan, nilai, dan pandangan hidup.
1. Sistem Pengetahuan
Para ahli menyadari bahwa masing-masing suku bangsa di dunia memiliki sistem pengetahuan tentang:
- Alam sekitar
- Alam flora dan fauna
- Zat-zat
- Manusia
- Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia
- Ruang dan waktu.
Unsur-usur dalam pengetahuan inilah yang sebenarnya menjadi materi pokok dalam dunia pendidikan di seluruh dunia.
2. Nilai
Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat menentukan sesuatu berguna atau tidak berguna, benar atau salah, baik atau buruk, religius atau sekuler, sehubungan dengan cipta, rasa dan karsa manusia.
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama). Prof. Dr. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga bagian yaitu:
- Nilai material, yaitu segala sesuatu (materi) yang berguna bagi manusia.
- Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas
- Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang bisa berguna bagi rohani manusia.
3. Pandangan Hidup
Pandangan hidup adalah suatu nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dan dipilih secara selektif oleh individu, kelompok atau suatu bangsa. Pandangan hidup suatu bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya, dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
2.3 Hakikat Manusia dan Kebudayaan
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa manusia sebagai makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Untuk menjadi manusia yang berbudaya, harus memiliki ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak yang tinggi (tata nilai budaya) sebagai suatu kesinambungan yang saling bersinergi.
Hommes mengemukakan bahwa, informasi IPTEK yang bersumber dari sesuatu masyarakat lain tak dapat lepas dari landasan budaya masyarakat yang membentuk informasi tersebut. Karenanya di tiap informasi IPTEK selalu terkandung isyarat-isyarat budaya masyarakat asalnya. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa, karena perbedaan-perbedaan tata nilai budaya dari masyarakat pengguna dan masyarakat asal teknologinya, isyarat-isyarat tersebut dapat diartikan lain oleh masyarakat penerimanya.
Disinilah peran manusia sebagai makhluk yang diberi kelebihan dalam segala hal, untuk dapat memanfaatkan segala fasilitas yang disediakan oleh Allah SWT melalui alam ini. Sehingga dengan alam tersebut manusia dapat membentuk suatu kebudayaan yang bermartabat dan bernilai tinggi. Namun perlu digarisbawahi bahwa setiap kebudayaan akan bernilai tatkala manusia sebagai masyarakat mampu melaksanakan norma-norma yang ada sesuai dengan tata aturan agama.
JJ. Hoeningman membagi kebudyaan dlm 3 wujud :
Gagasan : Kebudayaan yang berbentuk kumpulan, ide, gagasan,nilai,norma, peraturan yang sifatnya abstrak.
Aktivitas (tindakan) : Wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat., sering disebut sebagai system sosial, yaitu aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu.sifatnya konkret dapat diamati.
Artefak ( karya) : Wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda yang dapat diraba dan dilihat.
2.3.1 Etika dan Estetika Berbudaya
Etika manusia dalam berbudaya
Etika berasal dari bahasa Yuniani, ethos.
Ada 3 jenis makna etika menurut Bertens :
- Etika dalam arti nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang dalm mengatur tingkah laku.
- Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral ( kode etik)
- Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang baik dan buruk ( filsafat moral)
Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Manusia beretika, akan menghasilkan budaya yang beretika. Etika berbudaya mengandung tuntutan bahwa budaya yang diciptakan harus mengandung niali-nilai etik yang bersifat universal. Meskipun demikian suatu bidaya yang dihasilkan memenuhi nilai-nilai etik atau tidak bergantung dari paham atau ideologi yang diyakini oleh masyarakat.
Estetika manusia dalam berbudaya
Estetika dapat dikatakan sebagi teori tentang keindahan atau seni, Estetika berkaitan dengan nilai indah-jelek.
Makna keindahan :
a. secara luas, keindahan mengandung ide kebaikan
b. secara sempit, yaitu indah dalam lingkup persepsi penglihatan ( bentuk dan warna)
c. secara estetik murni, menyangkut pengalaman estetik sesorang dalam hubungannya dengan segala ssuatu yang diresapinya melalui indera.
Estetika berifat subyektif,sehingga tidak bisa dipaksakan. Tetapi yang penting adalah menghargai keindahan budaya yang dihasilkan oleh orang lain.
2.3.2 Problematika Kebudayaan
Kebudayaan mengalami dinamika seiring dengan dinamika pergaulan hidup manusia sebagi pemilik kebudayaan, Dinamika Kebudayaan berupa :
1. Pewarisan kebudayaan
Proses pemindahan, penerusan, pemilikan dan pemakaian kebudyaan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan
Pewarisan dapt melalui :
- enkulturasi (Pembudayaan) : Proses mempelajari dan menyesuaikan pikiran dan sikap individu dengan system norma, adapt dan peraturan hidup dalam kebudyaan
- Sosialisasi (Proses pemasyarakatan)
Individu menyesuaikan diri dengan individu lain dalam masyarakat.
Masalah dalam Pewarisan Kebudayaan :
a. Sesuai/tidaknya budaya warisan dengan dinamika masyarakat saat sekarang.
b. Penolakan generasi penerima terhadap warisan budaya
c. Munculnya budaya baru yang tidak sesuai dengan budaya warisan.
2. Perubahan kebudayaan
Perubahan yang terjadi sebagai akibat adanya ketidaksesuaian diantara unsure-unsur budaya yang saling berbeda sehingga terjadi keadaan dimana fungsinya tidak sesuai dengan bagi kehidupan.
Contoh : pembangunan , modernisasi
Sumber
http://wiki.bestlagu.com/news/166171-pengertian-hakikat-manusia-menurut-ahli.html
http://www.infodiknas.com/daspen1/
http://www.4shared.com/file/SvZK4A3B/makalah_hakekat_manusia_sebaga.html
Npm : 1A111420
Kelas : 4KA32
1.1 Latar Belakang
Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang.
Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan berkesinambungan dari “dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari pendidikan –yakni kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat.
Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator” terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
a. apa hakikat manusia?
b. apa hakikat kebudayaan ?
c. apa hakikat manusia dan kebudayaan ?
1.3 Tujuan Masalah
• Untuk mengetahui pengertian manusia.
• Untuk mengetahui kebudayaan.
• Untuk mengetahui pengertian manusia dan kebudayaan.
2.1 Pengertian Hakikat Manusia
Pengertian hakikat manusia – Manusia adalah mahluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah.
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan.
Oleh karena itu lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap manusia itu sendiri, hal ini dapat dilihat pada gambar siklus hubungan manusia dengan lingkungan sebagai berikut:
Siklus Hubungan Manusia
Gambar tersebut menggambarkan bahwa lingkungan dan manusia atau manusia dan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan sebagai ekosistem, yang dapat dibedakan mejadi:
- Lingkungan alam yang befungsi sebagai sumber daya alam
- Lingkungan manusia yang berfungsi sebagai sumber daya manusia
- Lingkungan buatan yang berfungsi sebagai sumber daya buatan
2.1.1 Manusia Menurut Pandangan Ilmiah dan Filsafat
Dalam pandangan klasik dan rasional tentang manusia faktanya manusia adalah makhluk yang berakal. Menurut Plato akal adalah alat untuk mengarahkan budi pekerti. Aristoteles juga berpendapat bahwa akal manusia adalah kekuatan yang tertinggi dari jiwa dan merupakan kebanggaan dan keagungan manusia. Manusia menurut pandangan ilmu Antropologi adalah homo sapien. Pandangan antropologi budaya manusia adalah organisme sosio budaya. Pandangan ilmu psikologi manusia adalah individu yang belajar. Pandangan ilmu sosiologi manusia adalah animal sociale (binatang yang bermasyarakat). Menurut Aristoteles ilmu politika manusia sebagai animal politicon (binatang yang hidup berpolitik). Pandangan ilmu ekonomi manusia adalah animal econominicus (binatang yang terus berusaha memperoleh kemakmuran materiil).
Manusia menurut pandangan filsafat manusia adalah:
1. Manusia seutuhnya (animal symbolicum).
2. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan pikiran sebagai milik manusia yang unik (animal rationale).
3. Hewan yang mempunyai kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol untuk mengkomunikasikan pikirannya (animal sociale).
4. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menalar dan menyadari sebagai pribadi yang menalar.
5. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk mengkombinasikan unsur-unsur yang menghasilkan suatu yang kreatif.
6. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol maka dapat mengadakan perbedaan moral.
7. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol dapat menyadari diri sendiri sebagai pribadi.
Sifat-sifat manusia yang demikian harus dipahami oleh para pelaku pendidikan sebagai dasar pengembangan proses pendidikan guna mencapai hasil sebagaimana diharapkan baik untuk masa depan peserta didik itu sendiri maupun untuk pembangunan secara luas.
2.1.2 Manusia sebagai Makhluk Individu
Setiap insan yang dilahirkan tentunya mempunyai pribadi yang berbeda atau menjadi dirinya sendiri, sekalipun sanak kembar. Itulah uniknya manusia. Karena dengan adanya individulitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, daya tahan yang berbeda. Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat essensial dari adanya individualitas pada diri setiap insan.
Mengenal perbedaan individual murid ini sangat penting bagi guru, yaitu guru dapat menyikapi siswa dengan cara tertentu dalam proses pembelajaran. Guru tidak bisa memperlakukan siswa secara seragam. Keunikan siswa hendaknya dihadapi dengan cara-cara yang beragam guna mencapai efektifitas pembelajaran.
Menurut Oxendine dalam (Tim Dosen TEP, 2005) bahwa perbedaan individualitas setiap insan nampak secara khusus pada aspek sebagai berikut
1. Perbedaan fisik: usia, tingkat dan berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, kemampuan bertindak.
2. Perbedaan sosial: status ekonomi,agama, hubungan keluarga, suku.
3. Perbedaan kepribadian: watak, motif, minat dan sikap.
4. Perbedaan kecakapan atau kepandaian
Sifat-sifat keindividualitasan setiap insan perlu ditumbuhkembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan, disini pendidikan berfungsi membantu peserta didik untuk membentuk kepribadianya atau keindividualannya. Sebagai makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah lak yang bukan merupakan tindakan instingtif, dan hal ini hanya bisa diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman belajar (Tim Dosen FIP-UM,1995). Pendidikan harus mengembangkan peserta didik agar mampu menolong dirinya sendiri. Pendidik hanya menunjukan jalan dan memberikan motivasi bagaimana cara memperoleh sesuatu dalam mengembangkan dirinya. Artinya bahwa dalam proses pendidikan itu yang aktif bukan hanya pendidik tetapi juga peserta didik. Proses pendidikan adalah tindakan bersama, berlangsung dalam suatu pergaulan timbal balik, yang juga memperhatikan kepribadian tiap peserta didik, kesefahaman,keserasian, kebersamaan antara pendidik dan peserta didik untuk menumbuhkan rasa saling percaya dan ini merupakan dasar untuk menumbuhkan kewibawaan pendidik. Pendidikan adalah suatu hak fundamental, maka masyarakat mempunyai kewajiban untuk memberikan kesempatan pendidikan yang diimplikasikan oleh hak itu, (Arbi, 1988). Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah dan masyarakat. Dilain pihak dikatan bahwa pendidikan berhubungan untuk ”dapat membangun diri sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
2.1.3 Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Sebagai makhluk sosial karena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaanya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial.
Manisfestasi manusia sebagai makhluk sosial, nampak pada kenyataan bahwa tidak pernah ada manusia yang mampu menjalani kehidupan ini tanpa bantuan orang lain.
Kesadaran manusia sebagai makhluk sosial, justru memberikan rasa tanggungjawab untuk mengayomi individu yang jauh lebih ”lemah” dari pada wujud sosial yang ”besar” dan ”kuat”. Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu non formal (masyarakat) maupun dalam bentuk-bentuk formal (institusi, negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu.
Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya adalah kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan.
Hakekat manusia sebagai makhluk sosial dan politik akan membentuk hukum, mendirikan kaidah perilaku, serta bekerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Dalam perkembangan ini, spesialisasi dan integrasi atau organissai harus saling membantu. Sebab kemajuan manusia nampaknya akan bersandar kepada kemampuan manusia untuk kerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Kerjasama sosial merupakan syarat untuk kehidupan yang baik dalam masyarakat yang saling membutuhkan.
Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara perkembangan aspek individual, sosial, moral dan religi, agar menjadi manusia yang bisa menjalani kehidupan bersama.
2.1.4 Manusia sebagai Makhluk Susila
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Menurut bahasa ilmiah sering digunakan istilah etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Jasi kesusilaan selalu berhubungan dengan nilai-nilai. Pada hakekatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila. Dirjarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. (Dirjarkara, 1978,36-39) nilai-nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup.
Hubungan dan kebersamaan dengan sesama manusialah manusia dapat hidup dan berkembang sebagai manusia. Manusia bertindak, tidak sembarang bertindak, melainkan mereka dapat mempertimbangkan, merancang, dan mengarahkan tindakannya. Persoalan mengenai masalah apakah tindakannya baik dan tidak baik, adalah persoalan tentang nilai, persoalan norma, persoalan moral atau susila. Peran pendidikan disini membantu mengarahkan perbuatan anak dalam kehidupannya dimasa mendatang. Dengan pendidikan pula peserta didik dapat tumbuh kesadarannya terhadap nilai, dapat tumbuh suatu sikap untuk berbuat dan mau berbuat selaras dengan nilai, atau berbuat selaras dengan apa yang seharusnya diperbuat. Perbuatan yang selaras dengan nilai itulah yang menjadi inti dari perbuatan yang bertanggung jawab.
Pandangan manusia sebagai makhluk susila atau bermoral, bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara apriori adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma. Pendirian ini sesuai dengan analisa ilmu jiwa dalam tentang struktur jiwa (das Es, das Ich dan das uber ich). Struktur jiwa yang disebut das Uber Ich (super ego) yang sadar nilai esensial manusia sebagai makhluk susila. Kesadaran susila (sense of morality) tidak dapat dipisahkan dengan realitas sosial, sebab adanya nilai, efektifitas nilai, berfungsinya nilai hanya ada di dalam kehidupan sosial, artinya kesusilaan atau moralitas adalah fungsi sosial. Tiap hubungan sosial mengandung hubungan moral. “Tiada hubungan sosial tanpa hubungan susila, dan tiada hubungan susila tanpa hubungan sosial” (Noorsyam, 1986).
Kodrat manusia sebagai makhluk susila dapat hidup aktif-kreatif, sadar diri dan sadar lingkungan, maka intervensi pendidikan bukan hanya sekedar penanaman kebiasaan atau latihan namun juga memerlukan motivasi dan pembinaan kata hati atau hati nurani yang kelak akan membentuk suatu keputusan. Oleh karena itu pendidikan harus mampu menciptakan manusia susila, dengan mengusahakan peserta didik menjadi manusia pendukung norma, kaidah, dan nilai-nilai susila dan sosial yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.
Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata norma,nilai dan kaidah masyarakat dalam kehidupan sehari-hari mempunyai beberapa alasan, antara lain:
1. Untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu
Setiap individu harus dapat menyesuaikan terhadap kehidupan dan bertingkah laku sesuai norma, nilai, dan kaidah yang berlaku pada masyarakat, agar individu tersebut merasa aman, diterima dalam kelompok masyarakat tersebut.
1. Untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri
Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya memiliki aturan yang berupa norma, nilai dan kaidah sosial yang mengatur tingkah laku individu yang bergabung didalamya. Norma, nilai dan kaidah sosial tersebut merupakan hasil persetujuan bersama demi untuk dilaksanakan dalam kehidupan bersama, demi untuk mencapai tujuan bersama (Tim Dosen FIP UM, 1995).
2.1.5 Manusia sebagai Makhluk Keberagamaan
Manusia adalah makhluk beragama, dalam arti bahwa mereka percaya dan/atau menyembah Tuha, melakukan ritual (ibadah) atau upacara-upacara. Suatu fenomena bahwa manusia menyembah, berdoa, menyesali diri dan minta ampun kepada sesuatu yang ghaib, walaupun kemudian ada yang menjadi agnostic (tidak mau tahu akan adanya Tuhan) atau atheis (mengingkari adanya Tuhan). Mereka cenderung untuk mengganti Tuhan yang bersifat pribadi seperti negara, ras, proses alam, pengabdian total untuk mencari kebenaran atau ideal-ideal yang lain.
Hubungan pribadi manusia dengan Tuhan lebih bersifat trasendental, karena hubungan ini lebih banyak melibatkan rohani pribadi manusia yang bersifat perseorangan. Dengan adanya agama maka manusia mulai menganutnya. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama, penanaman sikap dan kebiasaan dalam beragama dimulai sedini mungkin, meskipun masih terbatas pada latihan kebiasaan (habit formation). Tetapi sebagai pengembangan pengkajian lebih lanjut tentunya tidak dapat diserahkan hanya kepada satu pihak sekolah saja atau orang tua saja melainkan keduannya harus berperan. Oleh karena itu dimasukkannya kurikulum pendidikan agama di sekolah-sekolah.
Tugas pendidikan yaitu membina pribadi manusia untuk mengerti, memahami, menghayati, dan mengamalkan aspek-aspek religi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selaras dengan pandangan manusia sebagai makhluk beragama, maka menggali nilai-nilai yang melandasi pendidikan itu hendaknya memperhatikan nilai-nilai yang bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa dengan meyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akherat.
2.1.6 Potensi Manusia
Manusia dikaruniai fasilitas istimewa dan tidak dimiliki makhluk lain yaitu berupa akal. Dengan akal, Tuhan memberi tugas untuk mengatur, mengelola, memberdayakan dan menjaga kelestarian alam. Manusia juga diberikan kelebihan yaitu rasa, karsa, cipta, karya, dan hati nurani. Dari semua kelebihan tersebut bisa dikembangkan kedalam potensi-potensi yang bersumber dari cipta, yaitu potensi intelektual atau intelectual quontien (IQ). Potensi dari rasa, yakni potensi emosional atau emosional quontien (EQ) dan potensi spiritual atau spiritual quontien (SQ). Sedangkan potensi yang bersumber dari karsa adalah potensi ketahanmalangan atau adversity quontien (AQ) dan potensi vokasional quontien (VQ).
Dengan IQ, manusia mampu menyatakan benar dan salah berdasarkan intelektual. Kita mampu menghitung, membuat konstruksi bangunan, meyusun program. Dengan EQ, manusia mampu mengendalikan amarah, memiliki rasa iba, kasih sayang, tanggung jawab, kerjasama dn kesenia (estetika). Dengan adanya EQ maka muncul sikap sabar, lemah lembut ataupun sebaliknya. Dengan SQ, manusia membedakan mana yang baik dan yang buruk. Potensi ini sangat terkait dengan etika atau nilai-nilai moral, baik dan buruk, serta nilai-nilai keagamaan. Dengan AQ, manusia mampu menghadapi berbagai hambatan dan tantangan hidup. Dengan adanya ini muncul sikap tabah, tangguh, memiliki daya juang dan kreatifitas. Dengan VQ, manusia mampu dan cenderung pada bidang-bidang ketrampilan atau kejuruan. Misalnya bidang olahraga, kesenian, dan teknik. Pada hakekatnya, kedua potensi AQ dan VQ merupakan manisfestasi dari berbagai potensi diri yang direalisasikan dalam tindakan.
Berikut akan dideskripsikan bagaimana potensi-potensi itu berproses pada diri manusia. Potensi pikir, awal dari proses pengembangan diri manusia. Contoh, seorang pelukis ingin membuat sebuah gambar yang menarik menurut pendiriannya. Dia punyai ide atau pikiran wujud benda yang mau dilukis, katakanlah gambar wanita. Setelah ide itu muncul dan pikiran mulai berproses, selanjutnya dia menilai secara psikologis (rasa) bahwa model gambar wanita yang mau dilukis itu cocok, indah, dan menarik. Berikutnya muncul kehendak (rasa) untuk mewujudkan keinginan membuat lukisan wanita itu. Kehendak akan muncul dan ingin diwujudkan apabila hasil penilaian psikologis (rasa) cocok dengan selera sang pelukis. Selanjutnya, ketika pada diri manusia sudah ada kehendak untuk mewujudkan lukisan wanita, daya cipta muncul bagaimana memulai dan menggambarkan model lukisan yang diinginkan. Hasil dari daya cipta ditunjukkan dengan wujud nyata, yakni yang berupa lukisan wanita sebagaimana yang dibayangkannya. Karena manusia adalah mahluk beretika, termasuk pelukisnya juga mahluk etika, maka karya cipta manuisa itu harus mengandung nilai etika. Tidak semaunya pelukis itu membuat lukisan apapun tanpa mempertimbangkan etika. Kalau tidak, walaupun karya ciptanya bisa diterima orang lain, itu sangat terbatas. Tetapi jika etika sosial dan keagamaan menjadi dasar dari semua karya cipta manusia akan sangat memungkinkan untuk diterima oleh lebih banyak orang dan lebih abadi. Inilah fungsi daripada potensi hati nurani dalam diri manusia, yang berfungsi sebagai penyeleksi dan memberi penerangan pada setiap karya cipta manusia. (Rulam Ahmadi)
2.2 Pengertian Hakikat Kebudayaan
Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari katacolera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Definisi budaya dalam pandangan ahli antropologi sangat berbeda dengan pandangan ahli berbagai ilmu sosial lain. Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi budaya sebagai berikut:
E.B. Taylor: 1871 berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan Linton: 1940, mengartikan budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.
Adapun Kluckhohn dan Kelly: 1945 berpendapat bahwa budaya adalah: Semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia
Lain halnya dengan Koentjaraningrat: 1979 yang mengatikan budaya dengan:Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa unsur belajar merupakan hal terpenting dalam tindakan manusia yang berkebudayaan. Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar.
Dari kerangka tersebut diatas tampak jelas benang merah yang menghubungkan antara pendidikan dan kebudayaan. Dimana budaya lahir melalui proses belajar yang merupakan kegiatan inti dalam dunia pendidikan.
Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu :
1. wujud pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama dari kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup;
2. aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret;
3. Wujud fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat.
2.2.1 Budaya sebagai Sistem gagasan
Budaya sebagai sistem gagasan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto, karena berada di dalam alam pikiran atau perkataan seseorang. Terkecuali bila gagasan itu dituliskan dalam karangan buku.
Budaya sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku. Seperti apa yang dikatakan Kluckhohn dan Kelly bahwa “Budaya berupa rancangan hidup” maka budaya terdahulu itu merupakan gagasan prima yang kita warisi melalui proses belajar dan menjadi sikap prilaku manusia berikutnya yang kita sebut sebagai nilai budaya.Jadi, nilai budaya adalah “gagasan” yang menjadi sumber sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat kita lihat, kita rasakan dalam sistem kemasyarakatan atau sistem kekerabatan yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat. Hal ini akan lebih nyata kita lihat dalam hubungan antara manusia sebagai individu lainnya maupun dengan kelompok dan lingkungannya.
2.2.2 Perwujudan Kebudayaan
JJ. Hogman dalam bukunya “The World of Man” membagi budaya dalam tiga wujud yaitu: ideas, activities, dan artifacts. Sedangkan Koencaraningrat, dalam buku “Pengantar Antropologi” menggolongkan wujud budaya menjadi:
a. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
b. Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
c. Sebagai benda-benda hasil karya manusia
Berdasarkan penggolongan wujud budaya di atas kita dapat mengelompokkan budaya menjadi dua, yaitu: Budaya yang bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret.
Budaya yang Bersifat Abstrak
Budaya yang bersifat abstrak ini letaknya ada di dalam alam pikiran manusia, misalnya terwujud dalam ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan cita-cita. Jadi budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dari kebudayaan. Ideal artinya sesuatu yang menjadi cita-cita atau harapan bagi manusia sesuai dengan ukuran yang telah menjadi kesepakatan.
Budaya yang Bersifat konkret
Wujud budaya yang bersifat konkret berpola dari tindakan atau peraturan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau diphoto.
Koencaraningrat menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas: perilaku, bahasa dan materi.
a. Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah laku dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (pattern of behavior) masyarakatnya.
b. Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap dengan telinga (auditory). Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai ke tingkat seperti sekarang ini adalah pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir dan berkomunikasi. Tanpa kemampuan berpikir dan berkomunikasi budaya tidak akan ada.
c. Materi
Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau perbuatan manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan, kesenian, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan alat transportasi.
Unsur-unsur materi dalam budaya dapat diklasifikasikan dari yang kecil hingga ke yang besar adalah sebagai berikut:
1. Items, adalah unsur yang paling kecil dalam budaya.
2. Trait, merupakan gabungan dari beberapa unsur terkecil
3. Kompleks budaya, gabungan dari beberapa items dan trait
4. Aktivitas budaya, merupakan gabungan dari beberapa kompleks budaya.
Gabungan dari beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-unsur budaya menyeluruh (culture universal). Terjadinya unsur-unsur budaya tersebut dapat melaluidiscovery (penemuan atau usaha yang disengaja untuk menemukan hal-hal baru).
2.2.3 ISI (SUBSTANSI) UTAMA BUDAYA
Substansi utama budaya adalah sistem pengetahuan, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. Tiga unsur yang terpenting adalah sistem pengetahuan, nilai, dan pandangan hidup.
1. Sistem Pengetahuan
Para ahli menyadari bahwa masing-masing suku bangsa di dunia memiliki sistem pengetahuan tentang:
- Alam sekitar
- Alam flora dan fauna
- Zat-zat
- Manusia
- Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia
- Ruang dan waktu.
Unsur-usur dalam pengetahuan inilah yang sebenarnya menjadi materi pokok dalam dunia pendidikan di seluruh dunia.
2. Nilai
Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat menentukan sesuatu berguna atau tidak berguna, benar atau salah, baik atau buruk, religius atau sekuler, sehubungan dengan cipta, rasa dan karsa manusia.
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama). Prof. Dr. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga bagian yaitu:
- Nilai material, yaitu segala sesuatu (materi) yang berguna bagi manusia.
- Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas
- Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang bisa berguna bagi rohani manusia.
3. Pandangan Hidup
Pandangan hidup adalah suatu nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dan dipilih secara selektif oleh individu, kelompok atau suatu bangsa. Pandangan hidup suatu bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya, dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
2.3 Hakikat Manusia dan Kebudayaan
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa manusia sebagai makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Untuk menjadi manusia yang berbudaya, harus memiliki ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak yang tinggi (tata nilai budaya) sebagai suatu kesinambungan yang saling bersinergi.
Hommes mengemukakan bahwa, informasi IPTEK yang bersumber dari sesuatu masyarakat lain tak dapat lepas dari landasan budaya masyarakat yang membentuk informasi tersebut. Karenanya di tiap informasi IPTEK selalu terkandung isyarat-isyarat budaya masyarakat asalnya. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa, karena perbedaan-perbedaan tata nilai budaya dari masyarakat pengguna dan masyarakat asal teknologinya, isyarat-isyarat tersebut dapat diartikan lain oleh masyarakat penerimanya.
Disinilah peran manusia sebagai makhluk yang diberi kelebihan dalam segala hal, untuk dapat memanfaatkan segala fasilitas yang disediakan oleh Allah SWT melalui alam ini. Sehingga dengan alam tersebut manusia dapat membentuk suatu kebudayaan yang bermartabat dan bernilai tinggi. Namun perlu digarisbawahi bahwa setiap kebudayaan akan bernilai tatkala manusia sebagai masyarakat mampu melaksanakan norma-norma yang ada sesuai dengan tata aturan agama.
JJ. Hoeningman membagi kebudyaan dlm 3 wujud :
Gagasan : Kebudayaan yang berbentuk kumpulan, ide, gagasan,nilai,norma, peraturan yang sifatnya abstrak.
Aktivitas (tindakan) : Wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat., sering disebut sebagai system sosial, yaitu aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu.sifatnya konkret dapat diamati.
Artefak ( karya) : Wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda yang dapat diraba dan dilihat.
2.3.1 Etika dan Estetika Berbudaya
Etika manusia dalam berbudaya
Etika berasal dari bahasa Yuniani, ethos.
Ada 3 jenis makna etika menurut Bertens :
- Etika dalam arti nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang dalm mengatur tingkah laku.
- Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral ( kode etik)
- Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang baik dan buruk ( filsafat moral)
Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Manusia beretika, akan menghasilkan budaya yang beretika. Etika berbudaya mengandung tuntutan bahwa budaya yang diciptakan harus mengandung niali-nilai etik yang bersifat universal. Meskipun demikian suatu bidaya yang dihasilkan memenuhi nilai-nilai etik atau tidak bergantung dari paham atau ideologi yang diyakini oleh masyarakat.
Estetika manusia dalam berbudaya
Estetika dapat dikatakan sebagi teori tentang keindahan atau seni, Estetika berkaitan dengan nilai indah-jelek.
Makna keindahan :
a. secara luas, keindahan mengandung ide kebaikan
b. secara sempit, yaitu indah dalam lingkup persepsi penglihatan ( bentuk dan warna)
c. secara estetik murni, menyangkut pengalaman estetik sesorang dalam hubungannya dengan segala ssuatu yang diresapinya melalui indera.
Estetika berifat subyektif,sehingga tidak bisa dipaksakan. Tetapi yang penting adalah menghargai keindahan budaya yang dihasilkan oleh orang lain.
2.3.2 Problematika Kebudayaan
Kebudayaan mengalami dinamika seiring dengan dinamika pergaulan hidup manusia sebagi pemilik kebudayaan, Dinamika Kebudayaan berupa :
1. Pewarisan kebudayaan
Proses pemindahan, penerusan, pemilikan dan pemakaian kebudyaan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan
Pewarisan dapt melalui :
- enkulturasi (Pembudayaan) : Proses mempelajari dan menyesuaikan pikiran dan sikap individu dengan system norma, adapt dan peraturan hidup dalam kebudyaan
- Sosialisasi (Proses pemasyarakatan)
Individu menyesuaikan diri dengan individu lain dalam masyarakat.
Masalah dalam Pewarisan Kebudayaan :
a. Sesuai/tidaknya budaya warisan dengan dinamika masyarakat saat sekarang.
b. Penolakan generasi penerima terhadap warisan budaya
c. Munculnya budaya baru yang tidak sesuai dengan budaya warisan.
2. Perubahan kebudayaan
Perubahan yang terjadi sebagai akibat adanya ketidaksesuaian diantara unsure-unsur budaya yang saling berbeda sehingga terjadi keadaan dimana fungsinya tidak sesuai dengan bagi kehidupan.
Contoh : pembangunan , modernisasi
http://wiki.bestlagu.com/news/166171-pengertian-hakikat-manusia-menurut-ahli.html
http://www.infodiknas.com/daspen1/
http://www.4shared.com/file/SvZK4A3B/makalah_hakekat_manusia_sebaga.html
Langganan:
Postingan (Atom)